Pages

Jumat, 29 Agustus 2014

Buku-Buku Bekas Pun Menjadi Sebuah Karya Seni

Jika biasanya seorang pelukis tak bisa jauh dari kanvas, maka akan beda ceritanya bila melihat karya - karya luar biasa dari seniman berbakat Mike Stilkey. Seniman yang berbasis di Los Angeles ini lebih suka bereksperimen dengan berbagai media lukis yang tidak biasa.
Media yang ia gunakan saat menyalurkan bakat lukisnya tak hanya terpaku pada kanvas saja, namun ia juga bereksperimen dengan kertas  - kertas vintage, buku – buku catatan lama, halaman buku bekas, atau hardcover buku tua.
Mike mengungkapkan bahwa selamanya ia akan melukis pada halaman buku, terbukti dengan diterbitkan hasil karyanya pada tahun 2005 dengan judul “100 Potraits”, dalam karya tersebut Mike menggambar berbagai foto pada halaman buku tua.
Ia suka sekali menggunakan buku – buku bekas yang sudah dibuang pemiliknya. Ia bahkan mencarinya hingga ke perpustakaan didekat rumahnya, bertanya apakah ada buku bekas atau lama yang akan dibuang. Awalnya memang sulit, namun ketika ia menjelaskan maksud dan tujuannya mencari buku – buku bekas tersebut maka pihak perpustakaan memberinya akses menuju tempat sampah besar di dekat lahan parkir belakang perpustakaan.
 

Di tempat sampah tersebut ia menemukan ribuan buku – buku tak terpakai. Ia menghabiskan waktu sampai seharian dengan beberapa tuna wisma yang juga hendak mengambil buku bekas tersebut.
Mike kemudian melanjutkan proyek menggambar pada sampul buku. Dilansir dari flavorwire, tanggal 5 Agustus kemarin, ia baru saja menggelar pameran karyan yang berupa lukisan dan kolase di Hong Kong’s Times Square. Dalam menciptakan karyanya tersebut, ia hanya menggunakan pensil warna, tinta, dan cat.

cr : http://www.dreamersradio.com/article/26655/keren-karya-karya-lukis-ini-dibuat-di-buku-bekas

Hias Dinding Dengan Lukisan Kapur

Bosan Dengan Wallpaper? Yuk, Hias Dinding Dengan Lukisan Dari Kapur!



Jika ingin menghias dinding kosong, biasanya kita akan menggunakan wallpaper yang banyak dijual dipasaran dengan gambar-gambar yang menarik. Dengan begitu, kita tidak perlu susah-susah mengecat dinding. Namun bagaimana jika mengisinya dengan lukisan?
 
 
 
Seperti yang dilansir Distractify.com, seorang wanita yang merupakan istri dari seorang pengguna Imgur dengan nama huberthelittlebulldog membuat rumah mereka terlihat berbeda. Hanya dengan berbekal kapur warna-warni, wanita tersebut menyulap dinding rumah mereka.
 
 
 
Selama 78 jam, wanita ini berhasil mengisi kekosongan dinding rumah mereka dengan gambar yang terinspirasi dari "Where the Wild Things Are". Selama itu pula wanita itu fokus membuat gambar-gambar ilustratif tersebut.
 
Hasilnya pun sangat menakjubkan. Dinding mereka terlihat hidup dan seperti berada di dunia yang berbeda. Semoga saja dengan karya fantastis istrinya, mereka berdua bisa betah tinggal di rumah mereka!
 

Potongan Sayuran pun Dapat Dibuat Menjadi Karya Seni

Sehabis memasak sayuran pasti banyak menyisakan bahan-bahan yang tak terpakai. Jangan buang potongan-potongan sayuran tak terpakai tersebut, Dreamers!
Karena potongan sayuran yang sudah tak terpakai itu dapat digunakan menjadi sebuah karya indah seperti yang dilakukan oleh seniman asal China, Ju Duoqi. Ia membuat lukisan yang terbuat dari kumpulan potongan-potongan sayuran, terutama potongan kubis.
Ia memulai karyanya tersebut sejak tahun 2006 saat ia menghabiskan waktu selama 2 hari memotong sayuran. Hingga pada tahun 2010 lalu, ia membuat pameran yang dinamakan ‘The Vegetable Museum’.
Ju Duoqi membuat lukisan  dari sayuran yang terlihat sangat mirip dengan Marilyn Monroe! Project yang dilakukan oleh Ju Duoqi juga diberikan nama lho, ‘The Fantasies of Chinese Cabbage’.
Dilansir dari DailyMail, Ju Duoqi hanya menggunakan pisau saja untuk membuat lukisan sayuran ini. Dengan memisahkan sayuran sesuai warna dan jenis, ia akan menyusunnya kembali hingga terbentuk sebuah gambar.
Jadi, jangan buang dulu sayuran-sayuran yang sudah tak terpakai ya! Kamu dapat membuat lukisan sayuran seperti Ju Duoqi. ^^

cr : http://www.dreamersradio.com/article/33039/wah-lukisan-wanita-cantik-ini-terbuat-dari-potongan-sayuran

Makanan Yang Terbuat Dari Lego

Siapa yang tidak pernah bermain dengan LEGO? Mainan yang dapat disusun-susun ini berhasil menciptakan karya seni yang sangat mengagumkan dari seluruh dunia. Seorang seniman bernama Sachiko Akinaga ikut menciptakan karya seni dari mainan yang diproduksi di Denmark ini.
Seperti yang dikutip dari Foodbeast.com, Sachiko adalah seorang seniman asal Jepang yang tidak menggunkana kanvas sebagai medianya. Sachiko lebih memilih menggunakan LEGO sebagai media karya seninya. 
 
 
 
Lego Brick Artist ini membentuk karya dengan bentuk makanan yang hasilnya sangat menyerupai bentuk aslinya. Sachiko membuat pancake, sushi, burger, bahkan pisang yang bisa dikupas kulitnya. Ada juga strawberry cheesecake yang jika dibuka, maka ada ruangan yang berisi orang dari LEGO.
 
 
 
 
 
Sachiko memulai hobinya ini sejak ia berumur 5 tahun. Ia berhasil membuktikan bahwa hal sederhana dapat menjadi karya yang besar dengan ketekunan. Unik ya, Dreamers! ^^
 


Inilah Karya Seniman Yang Berusia 11 Tahun

Memiliki bakat atau hobi yang luar biasa tentu saja membanggakan. Bakat yang dilatih sejak kecil akan meningkatkan kemampuan seiring berjalannya waktu. Mungkin itu juga yang terjadi kepada anak bernama Dušan Krtolica asal Serbia yang memiliki kemampuan menggambar yang luar biasa.
 
Seperti yang dilansir dari Odditycentral.com, siswa sekolah dasar ini menghabiskan hampir 500 lembar kertas untuk melukis setiap minggunya. Pada awalnya, kedua orang tua Dušan tidak terlalu peduli dengan bakat anaknya. Dušan pun terus menggambar dan hasilnya terlihat bagus.
 
 
 
Sejak saat itulah orang tua Dušan membawanya ke psikiater untuk bertanya sebaiknya anak mereka diarahkan kemana. Si psikiater sendiri pun sangat terpesona dengan lukisan hasil karya Dušan. Menurutnya, setiap lukisannya menunjukkan tahap perkembangan kecerdasan emosionalnya.
 
 
 
Belakangan anak yang baru berusia 11 tahun ini mendapat julukan anak ajaib karena kemampuannya dalam menyerap berbagai wawasan. Tema lukisan yang ia buat pun sangat cerdas.
 
Dušan bahkan bisa menggambar berbagai jenis binatang mulai dari yang sudah punah dan langka. Karena karyanya, Dušan telah melakukan pameran tunggal sebanyak 3 kali, dan 2 kali saat umurnya berusia 8 tahun. Dušan juga pernah diundang ke Amerika Serikat, Australia, dan India.
  

Karya Seni Unik Dengan Bibir

Unik! Wanita Ini Ciptakan Karya Seni Dengan Bibir

mymodernmet.com


Biasanya, bibir hanya menggunakan lipstik agar terlihat segar. Namun bagaimana jika bibir ternyata bisa digunakan untuk menciptakan karakter animasi? Seorang make up artist asal London bernama Laura Jenkinson berhasil menampilkan sisi lain dari bibir.
Laura biasa bereksprimen dengan daerah bibir dan dagu untuk membuat gambar kartun yang lucu. Mulut Laura akan membentuk mulut di karakter, seolah-olah kartun tersebut berbicara. Ia biasanya menggambar karakter dari film Disney, Looney Tunes, South Park, dan lain-lainnya. 
 
 
 
Seperti yang dilansir dari Mymodernmet.com, Laura menggunakan kosmetik berwarna untuk membentuk karakter tersebut. Wanita berusia 25 tahun itu mengunggah foto karya-karyanya dalam akun Instagram miliknya dan bisa mencapai 1500 likes dan masuk ke laman Popular Posts.
 
 
 
 
"Aku sudah melihat banyak make up artist dengan karya luar biasa di Instagram dan aku terinspirasi untuk ikut melakukannya. Tapi aku ingin melakukannya dengan skala besar, jadi aku membuatnya seminggu sekali," ujar Laura seperti yang dikutip dari Daily Mail.
 
 

Lukisan Unik Dari Es Krim Yang Meleleh


Siapa yang tidak suka es krim? Makanan dingin yang satu ini sangat cocok di makan saat musim panas. Berbagai jenis makanan yang berbahan dasar es krim pun kini telah muncul. Namun bagaimana jika es krim bukan dibuat sebagai makanan?
Seorang seniman asal Baghdad, Othman Toma, lebih suka saat es krimnya mencair. Jika sudah mencair, maka Othman akan menggunakan es krim tersebut sebagai 'cat' untuk melukis. Warna-warna yang ada di dalam es krim ia gunakan layaknya cat yang berwarna-warni.
 
 
 
Seperti yang dilansir Odditycentral.com, untuk menciptakan lukisannya, Othman memilih berbagai jenis rasa es krim dan membiarkannya meleleh di piring. Ketika sudah meleleh, ia akan mulai menggunakan es krim tersebut untuk melukis. Ketika sudah selesai, Othman akan memotret lukisannya, lengkap dengan es krim yang ia gunakan.
 
 
 
Seperti gambar singa, ia menggunakan es krim coklat yang meleleh. Othman percaya jika kita memiliki jiwa artistik yang tinggi, benda apapun akan bisa menjadi karya seni.
 
Image Source: OddityCentral

Profil S. Sudjojono dan Karya-karyanya

S. Sudjojono lahir di Kisaran, Sumatera Utara 14 Desember 1913, dan wafat  di Jakarta 25 Maret 1985. Soedjojono lahir dari keluarga transmigran asal Pulau Jawa. Ayahnya, Sindudarmo, adalah mantri kesehatan di perkebunan karet Kisaran, Sumatera Utara, beristrikan seorang buruh perkebunan. Ia lalu dijadikan anak angkat oleh seorang guru HIS, Yudhokusumo. Oleh bapak angkat inilah, Djon (nama panggilannya) diajak ke Jakarta (waktu itu masih bernama Batavia) pada tahun 1925. Ia menamatkan HIS di Jakarta, lalu melanjutkan SMP di Bandung, dan menyelesaikan SMA di Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Di Yogyakarta itulah ia sempat belajar montir sebelum belajar melukis kepada R.M. Pringadie selama beberapa bulan. Sewaktu di Jakarta, ia belajar kepada pelukis Jepang, Chioji Yazaki.

S. Sudjojono sempat menjadi guru di Taman Siswa seusai lulus dari Taman Guru di perguruan yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara itu. Ia ditugaskan oleh Ki Hajar Dewantara untuk membuka sekolah baru di Rogojampi, Banyuwangi, tahun 1931. Namun ia kemudian memutuskan untuk menjadi pelukis. Pada tahun 1937, ia ikut pameran bersama pelukis Eropa di Kunstkring Jakarya, Jakarta. Inilah awal namanya dikenal sebagai pelukis, Pada tahun itu juga ia menjadi pionir mendirikan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi). Oleh karena itu, masa itu disebut sebagai tonggak awal seni lukis modern berciri Indonesia. Ia sempat menjabat sebagai sekretaris dan juru bicara Persagi. Selain sebagai pelukis, ia juga dikenal sebagai kritikus seni rupa pertama di Indonesia.

Lukisanya memiliki karakter Goresan ekspresif dan sedikit bertekstur, goresan dan sapuan bagai dituang begitu saja ke kanvas, pada periode sebelum kemerdekaan, karya lukisan S.Sudjojono banyak bertema tentang semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam mengusir penjajahan Belanda, namun setelah jaman kemerdekaan kemudian karya Lukisanya banyak bertema tentang pemandangan Alam, Bunga, aktifitas kehidupan masayarakat, dan cerita budaya.

Karya-karya S. Sudjojono
"Ngaso" by S. Sudjojono, Size: 140cm x 100 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1964
*) Auction: Christie's Hongkong

"Pertemuan di Tjikampek yang Bersedjarah" by S. Sudjojono, Size: 104cm x 152 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1964
*) Auction: Christie's Hongkong

"Kami" by S.-Sudjojono, Auction by Sotheby's Hongkong

"Pelabuhan Tanjung Priok" by S.Sudjojono, Auction by Sotheby's Hongkong
"Didalam kampung" by S.Sudjojono, Medium: Oil on canvas, Size: 130cm x 150,5cm, Year: 1950
*) Koleksi Bung Karno

"Didepan kelambu terbuka" by S.Sudjojono, Medium: Oil on canvas, Size: 86cm x 66cm
*) Koleksi Bung Karno

"Kawan-kawan revolusi" by S.Sudjojono, Medium: oil on canvas, Size: 95cm x 149cm
*) Koleksi Bung Karno

"Mengungsi" by S.Sudjojono, Medium: oil on canvas, Size: 104cm x 144cm, Year: 1947
*) Koleksi Bung Karno

"Potret Seorang Tetangga" by S.Sudjojono, Medium: Oil on Canvas, Size: 120,5cm x 151cm, Year: 1950
*) Koleksi Bung Karno

"Seko (perintis gerilya)" by S.Sudjojono, Medium: oil on canvas, Size: 173,5cm x 194cm
*) Koleksi Bung Karno
"Figur lelaki" by S.Sudjojono, Size: 55cm x 45cm, Medium: oil on canvas, Year: 1976
*) Auction: Masterpiece

"Still life" by S.Sudjojono, Medium: oil on board, Size: 74,5cm x 54,5cm, Year: 1963
*) Auction: Masterpiece
 

Profil Affandi Koesoema dan Karya-karyanya

Affandi Koesoema (Cirebon, Jawa Barat, 1907 - 23 Mei 1990) adalah seorang pelukis yang dikenal sebagai Maestro Seni Lukis Indonesia, mungkin pelukis Indonesia yang paling terkenal di dunia internasional, berkat gaya ekspresionisnya dan romantisme yang khas. Pada tahun 1950-an ia banyak mengadakan pameran tunggal di India, Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat. Pelukis yang produktif, Affandi telah melukis lebih dari dua ribu lukisan.

Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri.
Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya.

Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiran Bogor. Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan mewarisi bakat ayahnya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi.
Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih tertarik pada bidang seni lukis.

Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda dengan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok belajar bersama dan kerja sama saling membantu sesama pelukis.

Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Empat Serangkai--yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur--memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian. Dalam Seksi Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga pelaksana dan S. Soedjojono sebagai penanggung jawab, yang langsung mengadakan hubungan dengan Bung Karno.
Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-kata itu diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945. Saat itulah, Affandi mendapat tugas membuat poster. Poster yang merupakan ide Soekarno itu menggambarkan seseorang yang dirantai tapi rantainya sudah putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Kata-kata yang dituliskan di poster itu ("Bung, ayo bung") merupakan usulan dari penyair Chairil Anwar. Sekelompok pelukis siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah.

Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik dalam kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India.

Sepulang dari India, Eropa, pada tahun lima puluhan, Affandi dicalonkan oleh PKI untuk mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah dia, seperti Prof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili orang-orang tak berpartai. Dalam sidang konstituante, menurut Basuki Resobowo yang teman pelukis juga, biasanya katanya Affandi cuma diam, kadang-kadang tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk komisi Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat Affandi juga sejak sebelum revolusi.

Topik yang diangkat Affandi adalah tentang perikebinatangan, bukan perikemanusiaan dan dianggap sebagai lelucon pada waktu itu. Affandi merupakan seorang pelukis rendah hati yang masih dekat dengan flora, fauna, dan lingkungan walau hidup di era teknologi. Ketika Affandi mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah.
Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Dia bagian seni rupa Lembaga Seni Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya.

Pada tahun enampuluhan, gerakan anti imperialis AS sedang mengagresi Vietnam cukup gencar. Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai 'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika, diboikot di negeri ini. Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta. Dan Affandi pun, pameran di sana.
Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa Affandi yang pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu. Menanggapi persoalan ini, ada yang nyeletuk: "Pak Affandi memang pimpinan Lekra, tapi dia tak bisa membedakan antara Lekra dengan Lepra!" kata teman itu dengan kalem. Karuan saja semua tertawa.

Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar ini mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola, biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima atau Werkudara, Kresna.

Namun, Affandi memilih Sokrasana yang wajahnya jelek namun sangat sakti. Tokoh wayang itu menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari wajah yang tampan. Meskipun begitu, Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel) mengabadikan wajahnya dengan menerbitkan prangko baru seri tokoh seni/artis Indonesia. Menurut Helfy Dirix (cucu tertua Affandi) gambar yang digunakan untuk perangko itu adalah lukisan self-portrait Affandi tahun 1974, saat Affandi masih begitu getol dan produktif melukis di museum sekaligus kediamannya di tepi Kali Gajahwong Yogyakarta.

Semasa hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-karyanya yang dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia selalu memukau pecinta seni lukis dunia. Pelukis yang meraih gelar Doktor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974 ini dalam mengerjakan lukisannya, lebih sering menumpahkan langsung cairan cat dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jari-jarinya, bermain dan mengolah warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang sesuatu.

Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang menambah daya tariknya.

Kesederhanaan cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung sendiri ketika kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi Barat, lukisan Affandi dianggap memberikan corak baru aliran ekspresionisme. Tapi ketika itu justru Affandi balik bertanya, Aliran apa itu?.
Bahkan hingga saat tuanya, Affandi membutakan diri dengan teori-teori. Bahkan ia dikenal sebagai pelukis yang tidak suka membaca. Baginya, huruf-huruf yang kecil dan renik dianggapnya momok besar.

Bahkan, dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau, julukan yang diakunya karena dia merasa sebagai pelukis bodoh. Mungkin karena kerbau adalah binatang yang dianggap dungu dan bodoh. Sikap sang maestro yang tidak gemar berteori dan lebih suka bekerja secara nyata ini dibuktikan dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai pelukis yang tidak cuma musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, dia tidak overacting.
Misalnya jawaban Affandi setiap kali ditanya kenapa dia melukis. Dengan enteng, dia menjawab, Saya melukis karena saya tidak bisa mengarang, saya tidak pandai omong. Bahasa yang saya gunakan adalah bahasa lukisan. Bagi Affandi, melukis adalah bekerja. Dia melukis seperti orang lapar. Sampai pada kesan elitis soal sebutan pelukis, dia hanya ingin disebut sebagai tukang gambar.

Lebih jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian besar untuk disebut seniman, dan ia tidak meletakkan kesenian di atas kepentingan keluarga. Kalau anak saya sakit, saya pun akan berhenti melukis, ucapnya.
Sampai ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap menggeluti profesi sebagai pelukis. Kegiatan yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dimakamkan tidak jauh dari museum yang didirikannya itu.

Museum yang diresmikan oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu dalam sejarahnya telah pernah dikunjungi oleh Mantan Presiden Soeharto dan Mantan Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohammad pada Juni 1988 kala keduanya masih berkuasa. Museum ini didirikan tahun 1973 di atas tanah yang menjadi tempat tinggalnya.
Saat ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di antaranya adalah karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I adalah karya restropektif yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal kariernya hingga selesai, sehingga tidak dijual.

Sedangkan galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli, Fajar Sidik, dan lain-lain. Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga Affandi.
Di dalam galeri III yang selesai dibangun tahun 1997, saat ini terpajang lukisan-lukisan terbaru Kartika Affandi yang dibuat pada tahun 1999. Lukisan itu antara lain "Apa yang Harus Kuperbuat" (Januari 99), "Apa Salahku? Mengapa ini Harus Terjadi" (Februari 99), "Tidak Adil" (Juni 99), "Kembali Pada Realita Kehidupan, Semuanya Kuserahkan KepadaNya" (Juli 99), dan lain-lain. Ada pula lukisan Maryati, Rukmini Yusuf, serta Juki Affandi.

Affandi memang hanyalah salah satu pelukis besar Indonesia bersama pelukis besar lainnya seperti Raden Saleh, Basuki Abdullah dan lain-lain. Namun karena berbagai kelebihan dan keistimewaan karya-karyanya, para pengagumnya sampai menganugerahinya berbagai sebutan dan julukan membanggakan antara lain seperti julukan Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia bahkan julukan Maestro. Adalah Koran International Herald Tribune yang menjulukinya sebagai Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia, sementara di Florence, Italia dia telah diberi gelar Grand Maestro.
Berbagai penghargaan dan hadiah bagaikan membanjiri perjalanan hidup dari pria yang hampir seluruh hidupnya tercurah pada dunia seni lukis ini. Di antaranya, pada tahun 1977 ia mendapat Hadiah Perdamaian dari International Dag Hammershjoeld. Bahkan Komite Pusat Diplomatic Academy of Peace PAX MUNDI di Castelo San Marzano, Florence, Italia pun mengangkatnya menjadi anggota Akademi Hak-Hak Azasi Manusia.

Dari dalam negeri sendiri, tidak kalah banyak penghargaan yang telah diterimanya, di antaranya, penghargaan "Bintang Jasa Utama" yang dianugrahkan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1978. Dan sejak 1986 ia juga diangkat menjadi Anggota Dewan Penyantun ISI (Institut Seni Indonesia) di Yogyakarta. Bahkan seorang Penyair Angkatan 45 sebesar Chairil Anwar pun pernah menghadiahkannya sebuah sajak yang khusus untuknya yang berjudul "Kepada Pelukis Affandi".
Untuk mendekatkan dan memperkenalkan karya-karyanya kepada para pecinta seni lukis, Affandi sering mengadakan pameran di berbagai tempat. Di negara India, dia telah mengadakan pameran keliling ke berbagai kota. Demikian juga di berbagai negara di Eropa, Amerika serta Australia. Di Eropa, ia telah mengadakan pameran antara lain di London, Amsterdam, Brussels, Paris, dan Roma. Begitu juga di negara-negara benua Amerika seperti di Brasil, Venezia, San Paulo, dan Amerika Serikat. Hal demikian jugalah yang membuat namanya dikenal di berbagai belahan dunia. Bahkan kurator terkenal asal Magelang, Oei Hong Djien, pernah memburu lukisan Affandi sampai ke Rio de Janeiro.

Penghargaan:
  • Piagam Anugerah Seni, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1969
  • Doktor Honoris Causa dari University of Singapore, 1974
  • Dag Hammarskjöld, International Peace Prize (Florence, Italia, 1997)
  • Bintang Jasa Utama, tahun 1978
  • Julukan Pelukis Ekspresionis Baru Indonesia oleh Koran International Herald Tribune
  • Gelar Grand Maestro di Florence, Italia
Pameran:
  • Museum of Modern Art (Rio de Janeiro, Brazil, 1966)
  • East-West Center (Honolulu, 1988)
  • Festival of Indonesia (AS, 1990-1992)
  • Gate Foundation (Amsterdam, Belanda, 1993)
  • Singapore Art Museum (1994)
  • Centre for Strategic and International Studies (Jakarta, 1996)
  • Indonesia-Japan Friendship Festival (Morioka, Tokyo, 1997)
  • ASEAN Masterworks (Selangor, Kuala Lumpur, Malaysia, 1997-1998)
  • Pameran keliling di berbagai kota di India.
  • Pameran di Eropa al: London, Amsterdam, Brussels, Paris, Roma
  • Pameran di benua Amerika al: Brazilia, Venezia, São Paulo, Amerika Serikat
  • Pameran di Australia
Karya-karya Affandi :

"At the Cockfight" by Affandi, Size: 120cm x 136.5 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1964
*) Auction: Christie's Hongkong

"Barong Dance" by Affandi, Size: 110.5cm x 181.5 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1970
*) Auction: Christie's Hongkong

"Bunga Kana" by Affandi, Medium: Oil on Board, Size: 47,5cm x 60cm
*) Koleksi Bung Karno

"Crabs and Watermelon" by Affandi, Size: 99cm x 120 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1962
*) Auction: Christie's Hongkong

"Laskar rakyat mengatur siasat" by Affandi, Medium: oil on canvas,  Size: 130cm X 151,5cm, Year: 1946
*) Koleksi Bung Karno

"Man with Cockerel" by Affandi, Size: 119cm x 96 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1968
*) Auction: Christie's Hongkong

"Orang-orangan sawah" by Affandi, Size: 101cm x 129cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1986
*) Auction: Masterpiece

"Sang Nelayan (The Fisherman)" by Affandi, Size: 138cm x 110 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1958
*) Auction: Christie's Hongkong

"Self Portrait II" by Affandi, 128cm x 97,5cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1981
*) Auction: Masterpiece

"Self Portrait" by Affandi, Size: 76.5cm x 66 cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1958
*) Auction: Christie's Hongkong

"Seorang anak menuntun ayahnya yang buta" by Affandi, Medium: water color on paper, Size: 90,5cm x 59,5cm
*) Koleksi Bung Karno

"Teratai merah" by Affandi, Size:  90cm x 130cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1986
*) Auction: Masterpiece

"Wajah-wajah putra Irian" by Affandi, Size: 98cm X 126cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1974
*) Auction: Masterpiece

"Perahu-perahu Madura" by Affandi, Size: 97cm x 128cm, Medium: Oil on canvas, Year: 1981
*) Auction: Masterpiece




"Sawah di Madura" by Affandi, Size: 92cm  x 110cm, Medium: oil on canvas, Year: 1983
*) Auction: Masterpiece